Sabtu, 09 April 2011

Transformasi Kebudayaan Indonesia



1)      Masyarakat etnik Indonesia tidak mampu memanfaatkan dialog dengan kebudayaan Barat. Kebanggaan akan diri sendiri yang kemudian mengungkung dan mengurung sehingga memunculkan sikap tertutup,tidak egaliter, dan tidak demokratis. Gejala ini berlaku secara umum, kecuali beberapa suku seperti masyarakat Minangkabau.
Ø  Analisis :
Kebanyakan dari masyarakat etnik Indonesia, yang belum tersentuh budaya asing, biasanya akan memiliki sikap tertutup dan tidak demokratis. Hal ini memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Keuntungannya ialah dengan mereka menolak secara terang-terangan pengaruh budaya asing yang masuk dalam suku mereka, berarti mereka masih menjunjung tinggi adat istiadat yang mereka miliki. Mereka berpikiran bahwa budaya asing yang masuk dan bercampur dengan adat istiadat yang mereka percayai, maka adat tersebut dianggap sudah tidak sakral/suci. Karena yang mereka tahu bahwa kebudayaan yang berasal dari luar negeri identik dengan kebiasaan yang negatif. Hal itu memang tidak sepenuhnya salah,tetapi tergantung suku itu sendiri bisa memfilter budaya asing tersebut secara bijaksana atau tidak. Apabila mereka dapat memfilter secara bijaksana, maka dalam jangka waktu yang tidak lama, suku tersebut perlahan-lahan akan menjadi suku masyarakat yang modern dan tetap tidak meninggalkan adat isiadat yang berlaku di suku mereka.
Misalnya : masyarakat yang berada di area kawah Gunung Bromo, Jawa Timur. Karena Gunung Bromo dijjadikan tempat wisata dan sangat ramai dikunjungi wisatawan baik lokan maupun manca negara. Maka perlahan-lahan masyarakat setempat mulai menerima pengaruh asing tersebut. Mereka mendirikan penginapan baik yang sederhana maupun yang elite. Mereka menyewakan kuda dan mobil Jeep untuk berkeliling area kawah Gunung Bromo. Dan karena masuknya teknologi,banyak masyarakat yang memberikan jasa foto keliling. Dibalik kemajuan teknologi yang mereka dapatkan, mereka tetap menjunjung tinggi adat istiadatnya. Misal,pada hari/tanggal tertentu mereka memberikan sesajen yang diletakkan di area kawah Gunung Bromo dan melakukan upacara/ ritual.
Dan kerugiannya adalah apabila suku di Indonesia menolak secara mentah-mentah pengaruh asing tersebut, maka suku tsb tidak akan maju dan tidak akan mengerti bagaimana kebudayaan di luar suku mereka.
Misalnya : Suku Badui Dalam yang terletak di Jawa Barat. Secara terang- terangan mereka menolak pengaruh asing yang masuk,sekecil apapun itu. Kebiasaan masyarakat di Indonesia untuk menggunakan alas kaki (sandal dan sepatu) ketika bepergian pun, mereka menolaknya. Mereka memilih untuk tetap mempertahankan adat mereka,yaitu tidak memakai alas kaki. Dan baju yang mereka kenakan, hanya menggunakan 2 warna yaitu hitam dan putih. Dan baju tsb harus dijahit sendiri menggunakan tangan mereka.

2)      Kebanggan berlebihan terhadap budaya sendiri sehingga menimbulkan kecenderungan meremehkan dan menganggap etnik lain sebagai pesaing. Misalnya : sikap tidak mau kalah orang Minang dengan orang Jawa.
Ø  Analisis :
Rasa bangga terhadap budaya yang dimiliki memang seharusnya ditanamkan sejak dini, agar setelah dewasa nanti tetap menjunjung tinggi adat istiadatnya dan tidak tergerus oleh budaya asing yang masuk ke dalam kehidupan saat remaja dan dewasa.
Akan tetapi, kebanggaan yang berlebihan terhadap budaya sendiri dan meremehkan budaya lain sangat tidak baik. Selain terkesan arogan, masyarakat suku lain pun juga enggan berkomunikasi dengan suku tsb. Karena hanya akan diremehkan dan tidak jarang malah akan terjadi perang antar suku yang akan menimbulkan banyak korban.
Misalnya : sikap tidak mau kalah orang Minang dengan orang Jawa. Saya pernag mendengar pendapat seseorang bahwa orang Minang berwatak keras, dan terkesan egalite (sama tinggi). Maksudnya adalah orang Minang biasanya memiliki prestise/gengsi yang tinggi dan tidak mau melayani orang lain. Sedangkan orang Jawa memiliki sifat sebaliknya, ramah dan mudah bergaul dengan siapapun. Saya juga pernah membaca di sebuah artikel yang menceritakan bahwa pada suatu hari ada seseorang yang ingin pergi ke Tanah Sumatera dan ia menumpangi bis yang sopir dan kondekturnya sangat arogan/sombong. Mereka memperlakukan penumpang seenaknya dan menyopir secara ugal-ugalan. Dan ternyata sopir dan kondekturnya adalah orang Minang. Sedangkan saat penumpang tsb hendak ke Bandung,dan menaiki bis jurusan Jakarta-Bandung yang sopir dan kondekturnya adalah asli orang Jawa,mereka terlihat sangat ramah dan bersahabat. Mereka mau membantu dan melayani penumpang dengan ramah.
Dan lagi ada seseorang yang ingin memfotokopi, lalu ia pergi ke tempat fotokopian milik orang Minang, ia merasa menjadi peminta-minta karena sikap orang Minang yang tidak mau melayani. Lain halnya,saat orang tsb pergi ke fotokopian milik orang Cina,yang pekerjanya adalah orang Jawa, ia merasa sangat dibantu dan dilayani dengan baik.
Menurut saya, begitulah alasan yang menjadikan kecemburuan budaya antara orang Minang terhadap orang Jawa. Hal itu semata-mata karena arogansi suku Minang sendiri.

3)      Sikap imperatif budaya negara-kebangsaan telah mengakibatkan pergeseran budaya yang jauh. Contoh dari hal ini, Bahasa Nasional yang menjadi sangat penting mulai mendesak mundur bahasa daerah.
Ø  Analisis :
dewasa ini memang tidak banyak orang-orang yang masih mempertahankan bahasa ibu atau bahasa daerahnya. Untuk mempertahankan bahasa daerah tsb di era globalisasi ini makin sulit. Seharusnya sejak dini orang tua mengajarkan anak-anaknya untuk berbicara dan berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya menggunakan bahasa daerah. Tetapi karena orang tua jaman sekarang tidak mau ambil repot dan tentunya sudah berpikiran modern, maka mereka mengajarkan bahasa nasional kepada anak-anak mereka. Agar di masyarakat anak-anak mereka dapat berkomunikasi dengan semua suku di wilayah Indonesia dan tentunya menggunakan bahasa Indonesia. Dan tidak jarang orang tua mereka mengajarkan bahasa internasional yaitu bahasa Inggris. Dan bahasa daerah pun semakin tergeser keberadaannya.
Misalnya : dalam masyarakat Jawa, anak-anak jaman sekarang, jarang ynag bisa berbicara dengan bahasa krama alus, padahal itu adalah bentuk sopan santun kepada orang yang lebih tua ketika diajak bicara. Mereka biasanya menggunakan bahasa jawa ngoko atau bahasa indonesia ketika berkomunikasi dengan orang lain.

4)      Kita sebagai negara bangsa yang sangat rentan akan “kecemburuan budaya” terutama bagi etnik yang juga peranannya dalam membangun negeri ini.
Ø  Analisis :
Pada kasus ini kita dapat  mengambil contoh,
Misalnya : Baru-baru ini kain batik ditetapkan sebagai kekayaan budaya Indonesia. Hal ini tentu menjadikan suku-suku lain di luar suku Jawa merasakan kecemburuan.Karena mayoritas kain batik adalah warisan milik orang Jawa. Mereka berpikir bahwa begitu banyak warisan budaya dari suku lain,seperti kain ulos,kain songket dan masih banyak yang lainnya. Tetapi mengapa hanya kain batik yang dijadikan kekayaan budaya Indonesia ??
Tentu masih jelas di ingatan kita bahwa kain batik pernah diklaim oleh negara Malaysia dan diakui sebagai kekayaan budayanya. Hal itu semata-mata karena kita kurang mencintai budaya kita sendiri. Dan sejak kejadian itu,kita diwajibkan menggunakan pakaian batik dalam event-event tertentu.
Kita juga masih ingat bahwa kesenian Reog Ponorogo juga pernah diklaim oleh negara yang sama sebagai kekayaan budayanya. Faktor penyebabnya pun sama yaitu kurang cintanya bangsa Indoneia terhadap kekayaan budayanya sendiri. Menurut saya, suku lain di luar suku Jawa tidak perlu merasa cemburu karena negara Indonesia menetapkan pakaian batik sebagai kekayaan budaya nasional agar rakyat Indonesia bisa mencintai kebudayaannya sendiri dan tidak diklaim lagi oleh negara lain, bukan karena terjadi diskriminasi suku. Dan sudah seharusnya bahwa masing-masing daerah di Indonesia harus menjaga dan melestarikan kekayaan budaya yang dimilikinya.

5)      Sikap persimpangan jalan dari generasi muda di antara pengagungan akan tradisi lama dengan fenomena yang sedang mereka hadapi.
Ø  Analisis :
Dewasa ini, jarang sekali bahkan tidak ada generasi muda yang masih mau mempertahankan tradisi lama yang dijunjung tinggi oleh nenek moyang mereka. Masalah etika dan moral pun sedikit demi sedikit mulai hilang bersamaan dengan masuknya pengaruh asing dalam lingkungan mereka. Mereka mulai menikmati teknologi dan kemajuan zaman yang berjalan semakin jauh meninggalkan adat istiadatnya.
Misalnya :
1.      Dalam hal bahasa,di dalam suku Jawa , ketika seseorang yang lebih muda berbicara dengan orang yang lebih tua ,ia harus menggunakan bahasa krama inggil/krama alus,agar terlihat sopan. Sedangkan ketika berbicara dengan teman sebayanya, ia bisa menggunakan bahasa jawa ngoko. Tapi nyatanya generasi muda jaman sekarang sedikit sekali yang masih bisa menggunakan bahasa Jawa krama alus ketika bekomunikasi dengan orang yang lebih tua, mereka lebih terbiasa menggunakan bahasa Indonesia.
2.      Anak-anak dibawah umur di era globalisasi ini mulai mengenal video game, internet, PS, dan bahkan apabila kurang kontrol dan perhatian dari orang tua, ia bisa menonton video porno. Dan tidak sedikit dari mereka yang karena melihat video tsb, ia melakukan pemerkosaan. Hal itu semata-mata karena kita tidak bisa memfilter secara bijaksana kebudayaan asing yang masuk. Hal ini sangat bertolak belakang dengan anak-anak jaman dahulu. Sewaktu kecil mereka bermain gobag sodor, lompat tali, dan permainan lainnya yang tentunya tidak menimbulkan akibat yang buruk seperti permainan di jaman sekarang.
3.      Dan yang paling parah adalah biasanya remaja-remaja kota yang tidak mempunyai perhatian dari orang tua/berada jauh dari orang tua. Apabila mereka tidak bisa menjaga diri dan salah memilih teman, mereka akan terjerumus kedalam hal-hal yang negatif,seperti narkoba, free sex, dsb.
Sebagai generasi muda yang sudah mengerti akan akibat-akibat yang ditimbulka apabila kita tidak bisa memfilter kebudayaan asing yang masuk, kita harus lebih waspada. Pengaruh asing yang masuk sudah tentu memiliki keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya adalah kita tidak lagi gagap teknologi dan bangsa kita perlahan-lahan bisa menjadi negara maju. Tetapi apabila kita sebagai generasi muda malah terjerumus ke dalam hal yang negatif, bangsa kita akan menjadi abngsa yang bobrok dan terbelakang.


















Sabtu, 26 Maret 2011

Mengidentifikasi perbedaan Arsip dengan Perpustakaan

Secara lebih rinci  kita dapat mengidentifikasi perbedaan  arsip dengan perpustakaan sebagai berikut:
 
1.                           Fungsi perpustakaan adalah menyimpan dan menyediakan koleksi buku dan bahan tercetak, sedangkan fungsi utama arsip adalah memelihara akumulasi dari bukti aktivitas / kegiatan suatu organisasi atau perorangan sebagai organic entity.
2.                           Pustakawan berhubungan dengan koleksi atau bahan pustaka dalam wujud berbagai kopi buku dari suatu terbitan yang sangat mungkin terdapat pada perpustakaan lain. Sedangkan arsiparis atau petugas kearsipan berhubungan dengan khasanah rekaman informasi berupa tulisan atau manuskrip yang unik dan tidak ada ditempat lain.
3.                           Arsip tercipta sebagai akibat dari aktivitas fungsional suatu organisasi atau personal, arsip seringkali terdapat keterkaitan informasi dengan arsip yang lain sebagai satu unit informasi atau kelompok berkas. Sedangkan bahan pustaka merupakan materi diskrit, dimana antara satu buku dengan buku lain tidak saling bergantung.
4.                           Bahan pustaka yang hilang dapat diganti dalam bentuk asli atau tersedia diperpustakaan lain, sedangkan arsip yang hilang tidak mungkin dapat digantikan keotentikannya dan tidak mungkin diperoleh dari tempat lain.
5.                           Pustakawan berinteraksi dengan buku-buku sebagai satuan individu yang masing-masing memiliki identitas tersendiri, sedangkan petugas kearsipan tidak umum memperlakukan arsip secara individu karena berkas arsip  adalah kesatuan informasi.
            Persamaan mendasar dari arsip dan bahan pustaka adalah bahwa keduanya membutuhkan pemeliharaan dan pelestarian. Di negara-negara maju lembaga kearsipan dan perpustakan secara umum tidak dipisahkan, ini terutama dapat dilihat pada organisasi-organisasi kearsipan dan perpustakaan di perguruan tinggi.